Showing posts with label long distance relationship. Show all posts
Showing posts with label long distance relationship. Show all posts

Sunday, March 1, 2015

Lebih dari Setahun

Sudah lebih dari setahun, Mas. Di antara 365 hari-tanpamu bagiku dan tanpaku bagimu, adakah kita belajar sesuatu? Selain air mata yang mengalir deras dan sesak di dada akibat rindu.

Sudah lebih dari setahun, Mas. Di antara 365 hari itu, ada saja di antara kita yang merengek meminta bertemu. Terutama aku. Lalu kau dengan gengsi kelaki-lakianmu, menolak untuk menangis
hanya berkata, "Ya sudah, pulang saja. Tak usah lanjutkan pendidikanmu". Aku malah menangis lebih keras. Kau jahat, Mas. Tapi aku tahu, bukan itu sebenar maksudmu. 

Sudah lebih dari setahun, Mas. Kadang kita bertengkar, mungkin malah sering (ah sudahlah, pokoknya ada saja). Yang berbeda dari pasangan lain, meski tak bicara akibat bertengkar, semesta masih akan mempertemukan, dalam satu rumah, dalam satu kamar, dalam satu ranjang. 

Kita? Tak akan dipertemukan jika kita tak membuka layar. Meski sudah kangen tapi bila gengsi merajai, bisa dua hari tidak bertukar sapa. Bahaya? Tentu saja. Tapi di antara dua hari itu, ketahuilah, Mas, aku menangis terus-terusan, makan tak enak tidur tak nyenyak. Meski begitu, tetap saja aku menahan diri untuk tidak menghubungimu lebih dulu. Ah, mungkin ini masokis gaya baru. Haha. Kau, meski gengsi kelaki-lakianmu tetap tinggi, tidak pernah tahan untuk tidak bicara denganku. Lalu kau mengirim pesan singkat padaku, meminta sesi panggilan video sambil berkata, "Masih marah ya? Maafkan aku ya". Padahal jelas-jelas aku yang salah. Aku ini sungguh perempuan beruntung yang kurang ajar :p

Sudah lebih dari setahun, Mas. Perpisahan mengajarkan kita banyak hal. Mungkin terutama bagiku. Melalui perpisahan aku justru belajar bahwa kita benar-benar saling memiliki. Melalui rindu yang tumbuh, cemburu yang muncul atau marah tak jelas yang secara periodik mampir. Melalui perpisahan aku juga belajar bahwa meski kita saling memiliki, kita tidak boleh lupa bahwa kita adalah dua kepala yang berbeda, dengan keinginan yang berbeda. Bahwa berpasangan tidak selayaknya mematikan salah satu di antara kita dengan dalih "bersatu atas nama cinta". Cinta buat kita justru haruslah menghargai masing-masing dari kita, dengan seluruh perbedaan yang ada. Karena kita adalah dua orang yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama. 

Sudah lebih dari setahun, Mas. Saat itu hampir tiba. Sabar ya. Sampai kita bertemu lagi :) 

Canberra, 1 Maret 2015


Wednesday, February 18, 2015

Zero

The moment when you and your partner are at zero point on the same time. Too weak to lift each other up. Even to weak to lift yourself up.

And distance makes it worse.


Wednesday, December 3, 2014

Happy

D : Why did you let me leave you, just after 29 days of our marriage, for study in Australia?
G : Because I know that pursuing higher education has become your dream for a long time.
      And seeing you happy makes me happy.
D : *berkaca-kaca*
      But isn't it hard to live separately like this?
G : The good thing is... we learn to be more patient persons :)

Recalling this conversation reminds me that I am here to chase my dream, to be happy, whatever the results are. Thank's heaps, you, for teaching me about being happy and giving me so much happiness.

I LOVE YOU, to the moon back and forth 999,999 million times.

Saturday, May 31, 2014

Rindu di Tengah Hujan

 HUJAN DI BULAN JUNI
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan di bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Sapardi Djoko Damono, 1989

Canberra dibasahi hujan di akhir musim gugur © 2014 Dini Suryani

Mendung menggantung sejak pagi di langit Canberra. Tak kudengar suara hujan, tiba-tiba kulihat keluar jendela jalanan sudah basah. Mungkin langit Canberra tahu ini adalah saat yang tepat untuk merayakan kerinduan pada orang-orang terkasih yang sekarang tidak (atau belum) bisa ditemui.

Mungkin itu pula yang dirasakan hujan dalam Hujan di Bulan Juni milik Sapardi. Dia memilih untuk merahasiakan rasa rindu. Baginya mungkin sebaiknya rindu tidak ditampakkan, karena menampakkan rindu tak selalu menjadi sebaik-baiknya pilihan. Aku hanya bisa berharap semoga ia tetap tabah, seperti yang sudah-sudah.

***

Bagi perantau seperti aku, rindu layaknya oksigen yang dihirup paru-paru. Sebuah keharusan dan keniscayaan. Kurang rindu perantau lemah. Tak ada rindu perantau mati.

Meski sekarang hati perantau telah porak poranda disiksa rindu, namun rindu itu pula yang membuat perantau bertahan, menanti dengan tegar akan datangnya hari pertemuan.


Sayang, pekan depan aku pulang. 

Canberra, 1 Juni 2014

Saturday, May 17, 2014

Thursday, May 8, 2014

Rumah

Berapa gelintir dari manusia di muka bumi ini menghabiskan waktu berkeliling dunia hanya untuk mencari ‘rumah’?
Mungkin sepuluh. Seratus. Satu juta. Sepuluh juta.
Mungkin salah satu di antaranya adalah kamu?
Rumah macam apa sesungguhnya yang kamu cari itu, yang membuatmu menghabiskan hampir seperempat usia hidup?
Bisa jadi rumah megah. Bisa pula hanya sebuah pondok sederhana.
Bisa pula hanya beralaskan rumput, beratapkan langit.

Dunia ini telah menuntut banyak hal dari dirimu. Mengharuskanmu menjadi ini dan itu. Kau turuti susah payah. Kadang sekedar berpeluh, sesekali penuh darah.
Rumah selalu berhasil membuatmu menanggalkan sejenak ke(pura-pura)perkasaan yang sudah sekian lama kau taruh di pundak. Merenggangkan otot-otot ego. Melepaskan hati yang sedari tadi gulana.
Di rumah, kau kembali menjadi dirimu. Tidak ingin menjadi ini dan itu. Hanya menjadi dirimu. Menikmati waktu yang semakin pendek.  Dan menikmati butiran air mata yang tak pernah kau jatuhkan di dunia luar sana.
Maka wajar bagi sepuluh, seratus, satu juta, sepuluh juta manusia bertekad menemukan rumahnya masing-masing. 
My home is you (Source: watcha-ahc.tumblr.com)

Dan dengan gembira aku umumkan, aku sudah menemukan rumah itu. Rumah yang selalu bisa aku pulangi tanpa merasa bosan melihat airmataku, dan tanpa mengkritisi kelemahanku. Rumah yang selalu kurindukan untuk kupulangi, karena ia telah menerima apa adanya diriku, sebelum aku menerima apa adanya diriku sendiri.

Bagi sepuluh, seratus, satu juta, sepuluh juta yang belum, teruslah mencari. Kau pasti menemukannya.  



Sunday, April 27, 2014

Maaf dan Terima Kasih

"Pada kesempatan kali ini saya hanya ingin menyampaikan permohonan maaf dan terima kasih yang tak terhingga kepada yang dia yang telah menggenggam tangan ayah saya untuk menikahi saya dan menandatangani perjanjian Sighat Taklik yang ada nama saya di dalamnya.

Maaf jika saya telah banyak berbuat salah. Semoga Allah tidak henti memberikan rahmatNya kepada saya untuk menjadi manusia yang terus memperbaiki diri.

Juga, terima kasih telah memilih saya dan berbuat baik pada saya. Terima kasih pula telah mempercayai saya dengan sebaik-baiknya percaya.

Dini-Gery's Engagement Ceremony in Jakarta, 5 January 2013.
© 2013 Fatmawati Mulyadi 

Wednesday, March 5, 2014

Senja

Aku dini hari
bukan penikmat senja.

Namun bulan Desember yang kelabu berhasil membuatku 
menunggu-nunggu senja

Karena senja berarti kedatanganmu
menyodorkan helm usang padaku, 
sambil mengucap salam dan bertanya, “Makan malam di mana kita?”

Aku dini hari 
bukan pecinta senja.

Namun aku melalui dua puluh sembilan senja 
dengan senyum lebar dan hati berdebar.

Karena senja berarti wajahmu
yang lelah namun bercahaya, sayu namun indah.

Dan aku semakin tidak menyukai senja di Canberra 
yang datang terlambat, menjelang waktu orang-orang mulai terlelap.

Karena senja ini aku tidak bisa melihatmu. Juga senja-senja berikutnya.

Dan senja hari ini, semakin sepi saja. Semakin dingin saja.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

P.S: Happy Third Monthiversary, My Dear :)

Lake Burley Griffin, Commonwealth Park Canberra © 2014 Dini Suryani