Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan di bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Sapardi Djoko Damono, 1989
Canberra dibasahi hujan di akhir musim gugur © 2014 Dini Suryani
Mendung menggantung sejak pagi di langit
Canberra. Tak kudengar suara hujan, tiba-tiba kulihat keluar jendela jalanan
sudah basah. Mungkin langit Canberra tahu ini adalah saat yang tepat untuk
merayakan kerinduan pada orang-orang terkasih yang sekarang tidak (atau belum)
bisa ditemui.
Mungkin itu pula yang dirasakan hujan dalam
Hujan di Bulan Juni milik Sapardi. Dia memilih untuk merahasiakan rasa rindu. Baginya
mungkin sebaiknya rindu tidak ditampakkan, karena menampakkan rindu tak selalu menjadi sebaik-baiknya pilihan. Aku hanya bisa berharap semoga ia tetap tabah, seperti yang sudah-sudah.
***
Bagi perantau seperti aku, rindu layaknya
oksigen yang dihirup paru-paru. Sebuah keharusan dan keniscayaan. Kurang rindu
perantau lemah. Tak ada rindu perantau mati.
Meski sekarang hati perantau telah porak
poranda disiksa rindu, namun rindu itu pula yang membuat perantau bertahan,
menanti dengan tegar akan datangnya hari pertemuan.
Sayang, pekan depan aku pulang.
Canberra, 1 Juni 2014
kutunggu ya sayang.. *ge er* hahaha.. wah mba Dini..jadi lebih puitis ya kalo lagi kangen.. semoga mba Dini dan suami diberi kesabaran ya..
ReplyDeleteHahaha... jadi malukkkk. Aamiin insha Allah ketemu 9 hari lagi, Din :D
Delete