Saturday, May 31, 2014

Rindu di Tengah Hujan

 HUJAN DI BULAN JUNI
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan di bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Sapardi Djoko Damono, 1989

Canberra dibasahi hujan di akhir musim gugur © 2014 Dini Suryani

Mendung menggantung sejak pagi di langit Canberra. Tak kudengar suara hujan, tiba-tiba kulihat keluar jendela jalanan sudah basah. Mungkin langit Canberra tahu ini adalah saat yang tepat untuk merayakan kerinduan pada orang-orang terkasih yang sekarang tidak (atau belum) bisa ditemui.

Mungkin itu pula yang dirasakan hujan dalam Hujan di Bulan Juni milik Sapardi. Dia memilih untuk merahasiakan rasa rindu. Baginya mungkin sebaiknya rindu tidak ditampakkan, karena menampakkan rindu tak selalu menjadi sebaik-baiknya pilihan. Aku hanya bisa berharap semoga ia tetap tabah, seperti yang sudah-sudah.

***

Bagi perantau seperti aku, rindu layaknya oksigen yang dihirup paru-paru. Sebuah keharusan dan keniscayaan. Kurang rindu perantau lemah. Tak ada rindu perantau mati.

Meski sekarang hati perantau telah porak poranda disiksa rindu, namun rindu itu pula yang membuat perantau bertahan, menanti dengan tegar akan datangnya hari pertemuan.


Sayang, pekan depan aku pulang. 

Canberra, 1 Juni 2014

2 comments:

  1. kutunggu ya sayang.. *ge er* hahaha.. wah mba Dini..jadi lebih puitis ya kalo lagi kangen.. semoga mba Dini dan suami diberi kesabaran ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... jadi malukkkk. Aamiin insha Allah ketemu 9 hari lagi, Din :D

      Delete